Nauka menghembuskan nafasnya sambil sesekali memainkan peralatannya. Ia melirik ke arah sebuah boneka yang kepalanya telah rusak.
"Dulu Azure bilang aku seharusnya memberi kesempatan pada produk gagal," pikirnya sambil menimang-nimang boneka tersebut. "...Sebenarnya sejak saat itu aku sudah merasa aku tak sanggup membuat benda lagi."
Ia terus menimang-nimang boneka tersebut. Tatapannya tampak pekat dan tangannya tampak bergetar.
PRAK! Boneka itu ia lemparkan ke arah tembok. Kepala boneka itu hancur, dan boneka itu terjatuh membentur lantai tanpa daya. Badannya pun ikut hancur berkeping-keping.
Pintu terketuk. Nauka bangkit dari tempatnya untuk membukakan pintu.
Kosong.
Koridor yang kosong, tatapan yang kosong.
Seulas senyum menghiasi bibirnya yang kering.
Kekosongan bukanlah hal yang jelek. Bahkan baginya, kekosongan merupakan hal yang sangatlah baik.
Kekosongan adalah kesempatan. Kesempatan untuk mengisi kekosongan itu dengan sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih baik.
Terdengar langkah kaki. Seorang guru.
"Nauka, kamu sudah siap?" tanya guru itu.
Hening.
Ia tak menjawab.
Ia mundur beberapa langkah untuk meraih ranselnya. Beberapa benda ciptaannya telah ia masukan--satu-satunya sisa dari kekuatannya, dan sisa-sisa kenangan dari apa yang telah ia alami.
Nauka akhirnya menatap ke arah guru itu.
"Aku sudah tak sabar keluar dari tempat ini."
Pulang. Ia akan pulang.