Us Against the World

Nauka menuntun Ayuri ke belakang sekolah. Tempat yang sangat jarang dikunjungi.

Tempat yang terbengkalai.

Tempat yang memang ditaruh di belakang karena tidak pantas di lihat.

Ia menunjuk ke arah dinding sekolah yang retak.

"Mereka itu seperti teman-temanku," ujarnya.

"..." Ayuri melihat yang ditunjukkan oleh Nauka.

"...apa itu?" tanya Ayuri kepada Nauka.

"Retakan," jawab Nauka. "Ayuri punya teman?"

"...tidak..." jawabnya sambil terus menatap retakan itu.

"...apa maksud retakan ini? temanmu?"

"Teman-temanku semuanya punya retakan," jelas Nauka. "Aku juga punya retakan."

"Aku suka melihat sifat asli manusia," lanjutnya. "Membuatku merasa sedikit lebih normal. Sedikit lebih sama."

"Kalau kamu?"

"..." Ayuri terdiam. Dia kemudian menyentuh retakan itu.

"...retakanku...lebih besar...melebihi ini..." ujarnya yang kemudian menyeretkan jarinya yang menyentuh retakan tersebut pelan2.

Nauka hanya mengeluarkan bunyi "O" dan lalu berjalan memanjat dinding dan duduk di pinggiran dinding (yang ada di dekat jendela lantai dua).

"Sini! Sini!" panggilnya pada Ayuri.

Ayuri mendengar panggilan Nauka. Lalu dia melompat ke pinggiran jendela.

Nauka nyengir.

"Disini sepi, ga ada orang. Orang juga males datang kesini," ujar Nauka kemudian. "Kalau lagi bolos, aku sering kesini."

"Ayuri bilang ga punya teman, kalau gitu kukasih deh teman," lanjut Nauka tiba-tiba.

"Heh? caranya?" tanya Ayuri kepada Nauka.

"Pake upacara adat," jawab Nauka ngasal. "Terus ada syarat mutlak; Ayuri juga harus memberi teman."

"...maksudmu...mengorbankan seseorang?" tanya baliknya.

"Ya," jawab Nauka. "Mengorbankan diri, lebih tepatnya."

"..." Ayuri kemudian memandang ke tempat lain.

"...tidak. Aku tidak perlu itu..." ujarnya.

"Ya sudah," balas Nauka santai. "Kalau kukasih diskon mau ga?"

"...tidak..." jawabnya singkat.

Nauka manggut-manggut.

"Ngomong-ngomong, aku tau kamu kuat sama seperti Azure," ujar Nauka. "Tidak seperti aku. Tapi kamu harus tau kalau manusia itu tidak bisa sendirian."

"Kita bukan Tuhan."

"...aku tahu itu..."

"...tetapi...inilah kami...yang mendapat kekuatan mengerikan..." ujarnya melihat ke depan.

"Sama kayak mukamu kalau lagi cemberut," ujar Nauka santai. "Jangan lupakan hutangmu padaku ya."

"...hutang?" bingung Ayuri tanpa berekspresi.

"Bayaran tiket dibawa kesini," jelas Nauka sambil menepuk-nepuk Ayuri. "Tuh kan, cepet tua."

"..." Ayuri hanya diam menatap wajah Nauka. Kali ini benar2 tidak ada komentar yang bisa ia katakan kepada lelaki yang bersamanya itu.

Nauka mencubit pelan pipi Ayuri.

"Hueh. Ngeliat tampangmu, benar-benar bikin ak gemas deh," ujarnya sambil manyun.

"...memangnya aku apaan?" tanya Ayuri sambil tetap dicubit oleh Nauka.

"Kamu," gumam Nauka. Ia lalu tampak berpikir sejenak. "Kamu ini Ayuri." lanjutnya setelah berpikir serius (?).