@hime
ak emang sukanya klo BL yg manis2
jarang ada ciuman di bibir. palingan pelukan dan cium pipi hehehe <3
biar geregetan hehehe...
@chisa
ya. emang baru kali ini kupakai OC ini.
thanks.
------------------------------------------------------------------------
Sudah seminggu ia tidak berbicara padaku. Lebih tepatnya, ia tidak berbicara pada siapapun.
Mungkin ia marah padaku. Tapi di bibirnya selalu terdapat senyuman tulus untukku.
Kenapa?
Ia berbaring lemas di tempat tidurnya. Mungkin ia tidak berbicara padaku karena sakit. Tapi tubuhnya tak panas, nafasnya teratur. Sakit apakah dia?
Pintu diketuk dan aku segera bangkit untuk membuka pintu tersebut. Ketua rehabilitasi masuk tergesa-gesa dan mendorongku dari hadapannya.
Kuterduduk di lantai dan hanya sanggup melihat beberapa orang berpakaian dokter masuk untuk memeriksa tubuhnya.
Seorang suster masuk dan menggendongku keluar, menjauhkanku darinya.
Kejadiannya begitu cepat. Aku tak sempat melihat seperti apa ekspresinya saat rombongan orang itu masuk. Aku tak sempat menjerit sakit ketika di dorong kasar oleh ketua rehabilitasi. Aku bahkan tak sempat bertanya apa yang sedang terjadi.
Begitu sadar aku telah dibawa oleh suster itu ke ruangan lain. Disanalah aku baru bisa bertanya.
"...Kondisinya kritis," jawab suster itu singkat setelah kudesak untuk berbicara dengan salah satu ciptaanku. Lebih tepatnya, 'mainan aneh'ku yang membuatku menjadi seorang yang sakit jiwa dan perlu menjalani rehabilitasi.
Aku diam. Kondisinya memang sedikit aneh beberapa hari ini. Dan aku sudah tahu umurnya tidak lama lagi. Awalnya kukira 2 bulan itu waktu yang cukup lama. Tapi kenapa roda waktu kini berputar semakin cepat, membuatku bahkan tak sempat untuk bernafas dan merasa sesak.
Dadaku sesak sekali. Kalau ada sesuatu yang bisa dan ingin kubuat saat ini, benda itu adalah alat penghenti waktu.
Aku ingin menghentikan waktu dan berlari dari tempat ini, pergi ke tempatnya dan menanyakan berbagai macam hal.
Aku ingin tahu apakah dia masih mengingat namaku.
Suster itu berdiri dan meninggalkanku di ruangan yang kosong dan dingin. Aku sudah terbiasa dengan kekosongan dan hawa dingin, tapi untuk kali ini aku ingin ada seseorang yang mengisi kekosongan dan menghangatkanku. Aku ingin bertemu dengannya. Firasatku buruk.
Aku mendobrak keluar dari pintu itu sebisa mungkin lalu berlari masuk kembali ke kamar kami.
Ia terbaring disana dengan berbagai macam alat di sekitarnya. Infus, masker, apalah itu aku tidak peduli.
"Ada apa?" tanyaku padanya. Tapi ia hanya membisu dan menatapku dengan senyuman khasnya.
Kukembali bertanya, "Kenapa tidak menjawabku?"
Hening. Yang dapat kudengar adalah detak jantungku sendiri yang makin cepat dan tidak stabil.
Kepalaku terasa panas. Sangat panas hingga akhirnya air mata meleleh dan membasahi pipiku.
Tiba-tiba ia bereaksi dan menarik tanganku, membawaku ke dalam pelukannya.
Dengan tangan kanannya, ia lepas masker pada mulutnya sementara tangan kirinya masih memegang tubuhku. Tangan kanan itu lalu memegang daguku.
"...na...u," bisiknya lemah. "...ka."
Gelap. Aku tidak bisa melihat apapun. Tapi aku dapat merasakan hembusan hangat pada seluruh tubuhku, menenangkan perasaanku. Pada saat yang sama aku dapat merasakan sentuhan nyaman pada bibirku.
Beberapa saat kemudian aku terbangun. Aku di kamar kami. Kutengok ke arah tempat tidurnya.
Kosong.
Yang dapat kutemukan hanyalah setangkai bunga. Kutengok ke sekeliling kamar. Terdapat bunga-bunga lainnya dan beberapa kartu aneh.
Aneh, aku hanya dapat tersenyum.
Ia telah tiada. Atau mungkin masih ada. Ia menitipkan harapannya padaku.
Akan kusebarkan senyumannya pada dunia.
The End.