Mission Accomplished

Esok paginya, Ayuri kembali ke Alice Academy bersama Lucia dan Kuria. Lucia hanya terluka kecil. Sedangkan Ayuri dengan Kuria terluka yang cukup parah.

Setelah diberi perawatan khusus, mereka berdua di bawa ke kamar pasien. Kuria bersama Lucia di satu kamar. Sedangkan Ayuri berada di ruang sebelah kamar mereka, sedang tertidur lelap.

"Bagaimana keadaan mereka?" tanya kakaknya Ayuri, 'Nemesis'.

"Tidak apa2...mereka berdua sudah melewati kondisi kritis." jawab lelaki tua berambut pirang yang tidak lain adalah dokter kenalannya Ayuri.

"Syukurlah..." lega 'Nemesis'.

"Tapi...soal Ayuri...kau tahu maksudku..." ujar dokter tersebut

"Ya aku tahu, Jiro...dia...terlalu banyak menggunakan Alice-nya...sungguh bodoh dia..."

"..." Jiro hanya terdiam saja melihat 'Nemesis' yang merasa kesal.

OOT: maaf, double post ^^;

IT:
Pada sore harinya, Ayuri terbangun dari tempat tidurnya. Dia masih terbaring. Suasananya sangat sepi, tidak ada satupun orang di kamarnya.

Ayuri menaikkan setengah badannya. Kali ini, dia tidak menggunakan kacamatanya karena telah hancur sewaktu pertarungan sengit kemarin malam.

Dia menundukkan kepalanya dan hanya terdiam. Sepertinya gadis ini sedang merenungkan sesuatu dan membutuhkan seseorang yang bisa bersamanya saat ini.

Nauka berjalan di lorong rumah sakit sambil bersin-bersin keras. Tampaknya karena terlalu lama bermain di salju ia terkena flu ringan.

"Huatsyiii~ Mi-minta obat," ujarnya sambil membuka kamar Ayuri. Melihat Ayuri, Nauka bengong sebentar.

Ia lalu degan tampang bego dan ingus meler bertanya, "Kok kamu disini? Mana dokternya?"

Tampaknya ia tidak sadar dirinyalah yang salah kamar.

"..." Ayuri diam, seperti tidak mendengarkan pertanyaannya Nauka.

"Yah... Nyasar ke kamar pasien yang bisu ya..." gumam Nauka seenak perut.

Ia lalu mencari bangku di kamar tersebut dan duduk tidak jauh dari Ayuri.

Setelah itu Nauka menarik secarik kertas dan sebatang pensil, menyerahkannya pada Ayuri.

"Yo," ujar Nauka, berusaha berkomunikasi.

"..." Ayuri melihat kertas yang diberikan oleh Nauka sekian detik sebelum dia menatap kepada lawan bicaranya.

"...buat apa ini?" tanya Ayuri kepada Nauka.

"Bisa ngomong ya ternyata..." ucap Nauka goblok + minta ditampol.

"Dokternya dimana?" tanya Nauka cuek.

"...entahlah..." jawab Ayuri sambil mencorat-coret kertas yang diberikan Nauka.

"...obat flu ada di lemari pojok kanan atas..." tunjuk Ayuri dengan halus sambil meneruskan corat-coret-nya.

Nauka berjalan ke arah lemari yang ditunjuk Ayuri dan mengambil beberapa butir pil obat flu.

"Wew, tau banget ada obat disini," ujar Nauka. Ia lalu kembali duduk tak jauh dari Ayuri.

"...Ayuri, kamu jarang sekali bicara ya?" komentar Nauka sambil menatap dalam-dalam pada mata Ayuri. "Apakah kamu..."

Ia diam sejenak, tampak canggung.

"Apakah kamu selama ini terkena sariawan yang parah banget?"

"..." Ayuri tidak menjawab pertanyaannya Nauka.

Quote :

"...Ayuri, kamu jarang sekali bicara ya?" komentar Nauka sambil menatap dalam-dalam pada mata Ayuri. "Apakah kamu..."

Ia diam sejenak, tampak canggung.

"Apakah kamu selama ini terkena sariawan yang parah banget?"

"Maksudmu?" tanya Ayuri yang kini menatap kepada Nauka.

"Yah, karena sariawan makanya males ngomong," jelas Nauka meskipun penjelasannya rada-rada sesat. "Soalnya kamu kayak yang males buka mulut gitu."

"Makan aja kayaknya susah," lanjut Nauka, masih menatap Ayuri dengan tampang ga bersalah meskipun dia pantas ditabokin dari tadi.

"...Silent is golden (diam itu emas)...itu yang diajarkan kakakku..." ujar Ayuri kembali mencoret kertasnya.

"Kalau diam itu emas," senyum Nauka sambil berjalan mendekat dan mengintip ke arah coretan Ayuri. "Maka aku bilang berbicara tentang kejujuran adalah platinum."


"Perasaan itu juga kejujuran loh," tambahnya sambil nyengir lebar.

"Kejujuran? Apa maksudnya?" bingung Ayuri namun wajahnya bisa dilihat tidak emosi.

Nauka melongo sebentar.

Sebuah percakapan antara sang ekspresif dengan sang es batu.

"Hah? Yang benar saja? Maksudmu... kamu ga tau arti 'kejujuran'?" tanya Nauka dengan nada penuh ketidak-percayaan. "Kejujuran itu... hal yang nyata. Yang... benar."

"...bukan itu..."

"...'kejujuran adalah platinum'....'perasaan merupakan kejujuran'...Apa yang kau maksud dari itu?" tanya balik Ayuri.

"...Apa...kau ingin bilang bila aku berbohong?"

"Kamu tidak bohong," jawab Nauka sambil memperhatikan coretan Ayuri. "Tapi kamu juga tidak jujur."

"Karena kamu diam saja sih. Jadi kan ga ada yang ngerti kamu itu lagi marah atau senang," lanjutnya. "Dari pertama kali ketemuan juga kamu ngomong cuma yang seperlunya. Kayaknya ga ada yang pernah denger kamu ketawa juga deh."

"..." Ayuri berhenti mencoret kertas.

"...Aku...tidak bisa...kalaupun ingin...'sesuatu' membuat aku tidak ingin seperti itu...aku...tidak bisa seperti kau...tidak seperti yang lainnya...aku...berbeda..."

Nauka membungkuk dan menatap ke arah coretan Ayuri.

"Gambar apa itu?" tanya Nauka, melenceng jauh dari topik pembicaraan.

Tapi beberapa saat kemudian ia menyadari ke-OOT-annya dan membenahi perkataanya, "Yah... Aku sih tidak masalah kalau kamu suka dengan keadaanmu ini."

"Toh ini juga 'permainan'mu," lanjutnya lalu duduk di samping Ayuri, matanya tetap memperhatikan coretan gadis itu. "Permainanmu adalah milikmu, dan hanya kamu yang bisa menyelesaikannya dengan caramu sendiri."

"Tapi..." Nauka nyengir lebar ke arah Ayuri dan menepuk pundaknya pelan. "Kayaknya lebih asik kalau bisa tertawa bareng-bareng kan?"

"Di sebuah permainan, kamu kan ga sendirian. Lebih enak kalau main bareng-bareng."

Ryuha dengar kalau Ayuri baru pulang dari misi dan masuk rumah sakit, Ryuha ke hospital dan masuk ke ruang Ayuri.

"Weks... pulang ma pergi ga bilang2." kata Ryuha waktu dia membuka pintu.

Setelah dia membuka pintu dia melihat ada Nauka di sana.

"Ups... sorry ganggu..." kata Ryuha sambil swt dan menutup pintu.

Nauka bangkit berdiri dan dengan kecepatan maling menahan Ryuha.

"Kok pergi?" tanyanya. "Kan lebih asik kalau rame-ra--HUATSYIII!!"

Tiba-tiba Nauka bersin ke arah muka Ryuha.

"Ups."

Ia nyengir tanpa dosa.

Ryuha dengan tampang swt cuman ngeliat Nauka.

"OK deh... mank u dah lama di sini?" tanya Ryuha pada Nauka.

"Yo... gmn kabarmu? tanya Ryuha pada Ayuri.

Nauka wrote:

Nauka membungkuk dan menatap ke arah coretan Ayuri.

"Gambar apa itu?" tanya Nauka, melenceng jauh dari topik pembicaraan.

Tapi beberapa saat kemudian ia menyadari ke-OOT-annya dan membenahi perkataanya, "Yah... Aku sih tidak masalah kalau kamu suka dengan keadaanmu ini."

"Toh ini juga 'permainan'mu," lanjutnya lalu duduk di samping Ayuri, matanya tetap memperhatikan coretan gadis itu. "Permainanmu adalah milikmu, dan hanya kamu yang bisa menyelesaikannya dengan caramu sendiri."

"Tapi..." Nauka nyengir lebar ke arah Ayuri dan menepuk pundaknya pelan. "Kayaknya lebih asik kalau bisa tertawa bareng-bareng kan?"

"Di sebuah permainan, kamu kan ga sendirian. Lebih enak kalau main bareng-bareng."

Sebuah gambar seekor burung terbentuk yang terkurung di kandang dari hasil coretannya Ayuri. "..."

"...'permainanku'...tidak bisa disamakan dengan yang lainnya..." ujar halus Ayuri.

Tiba2 ada seseorang memasuki ruangan, tidak lain Ryuha.

Quote :

"Weks... pulang ma pergi ga bilang2." kata Ryuha waktu dia membuka pintu.

Setelah dia membuka pintu dia melihat ada Nauka di sana.

"Ups... sorry ganggu..." kata Ryuha sambil swt dan menutup pintu.

Quote :

"Yo... gmn kabarmu? tanya Ryuha pada Ayuri.

"..." Ayuri sama sekali tidak merespon apapun. Semenit kemudian gadis berambut merah itu menatap Ryuha. "Kenapa kau ke sini?"

Quote :

"...'permainanku'...tidak bisa disamakan dengan yang lainnya..." ujar halus Ayuri.

"Tapi dalam permainan, ada NPC yang berfungsi sebagai teman player untuk membantunya menyelesaikan game, kan?" balas Nauka dengan senyum kemenangan yang tidak berarti.

"...NPC...aku...tidak tahu soal itu...aku selalu sendiri..." ujarnya sambil menatap gambar yang dia buat dari hasil coret2annya.