Feeling? (Kamar Ayuri - malam hari sedang hujan)

"Hah? Dengan cewek?" Nauka garuk-garuk kepala. "Err... Kamu ga merencanakan hal yang buruk kan?"

"..." Ayuri tidak berbicara langsung beranjak ke tempat tidur di mana Nauka berbaring. Dia berbaring di samping lelaki yang terkena flu tersebut.

"...kau tidak perlu khawatir lagi...kau bisa merasakan jika aku masih terbangun atau tidak..." ujarnya membalikkan posisi badannya. Dia menutup matanya untuk memulai tidurnya.

Nauka bangkit berdiri dan mengecek sekeliling ruangan.

"...Humm... sepertinya di ruangan ini tidak ada spidol. Berarti aman," batinnya. "...Tunggu dulu. Yang suka mencoret-coret kan sekarang sudah tidak ada.."

Nauka menghela nafas panjang.

Ia lalu berjalan lagi ke tempat tidur dan berbaring di samping Ayuri.

"...hangat," pikir Nauka sambil iseng menyentuh pelan kulit Ayuri. "Memang manusia kok."

Tak lama kemudian Nauka ikut terlelap karena terlalu letih.

Walaupun hawa di ruangan makin mendingin dan cukup remang, namun terasa hangat melihat kedua orang di satu tempat tidur telah berbaring bersama. Gadis berambut merah ini menatap hujan di luar tetapi akhirnya melihat kepada Nauka yang sudah tertidur duluan.

Sekian lama kemudian menatap wajah Nauka, Ayuripun pada akhirnya juga terlelap dalam tidurnya.

Nauka terbangun keesokan paginya dan kaget melihat Ayuri masih tidur di sebelahnya.

"...Untung saja dia tidur denganku, bukan laki-laki lain. Benar-benar tidak waspada ya," pikirnya.

Ia bangkit dari tempat tidur dan merenggangkan ototnya.

Tiba-tiba ia merasa limbung dan terpeleset, membentur lemari, lalu jatuh.

"Adu-duh... Kepalaku..." rintih Nauka sambil mengusap-usap keningnya. Badannya meriang.

Suara benturan lemari membuat Ayuri terbangun. Dia melihat Nauka yang terbentur kepalanya.

"...apa yang kau lakukan?" tanya Ayuri dengan wajahnya yang tidak punya ekspresi itu.

"Jatuh," jawab Nauka seadanya sambil menggigit bibir menahan sakit. "Soalnya pusing."

"Kamu sendiri?"

Entah mau jawab atau tidak, Ayuri kemudian bersin dan terbatuk2. Ternyata dia terkena flu karena ketepak oleh Nauka. Ditambah lagi nafasnya Ayuri menjadi terengah2, badannya menggigil dan panas.

"..." Ayuri masih terdiam dan sesaat akan beranjak ke tempat tidur, dia langsung terjatuh ke lantai.

Nauka berusaha menangkap tubuh Ayuri tapi karena sama-sama flu, ia malah ikutan jatuh dan tertimpa Ayuri.

"Waduh... Ha-harusnya kita berdua semalem tidak tidur sama-sama... Udaranya lagi ga enak sih, jadinya kamu ketularan deh--HUATSYIII!" Nauka bersin keras sekali.

Ia berusaha bangun dan membantu Ayuri berdiri, meskipun sama-sama sakit.

"Hueh... Dokternya dimana ya?" gumam Nauka dengan suara serak.

Ayuri masih terengah2 karena demam. Dia berdiri dibantu oleh Nauka dan terduduk di tempat tidur. Kepalanya terasa sakit dan nyut2an dan nafasnya tidak beraturan. Kondisinya yang sekarang bisa dibilang sedang parah.

Lalu datang seorang dokter, yang tidak lain adalah dokter kenalannya Ayuri. "...dokter Jiro..."

"Ayuri? Ada apa denganmu?" tanya Jiro kepada gadis yang sudah kepayahan ini.

"...tolong periksa dia dahulu, aku masih baik2 saja..." ujarnya menunjuk kepada Nauka.

Jiro yang tentunya tahu benar tentang Ayuri, dia menghela nafas dan...

"Kalian...berbaringlah bersama2...aku akan memeriksa kalian berdua...dan tidak ada tapi2an!!" ujar Jiro tegas.

Nauka bengong.

Ia jarang sekali pergi ke dokter selain psikiater. Pengalaman buruknya membuatnya mengaitkan dokter dengan konotasi jelek.

"Weks... Tunggu dulu. Apa maksudnya 'periksa bersama-sama'? " tanya Nauka dengan nada protes.

"Kalian tidak perlu buka baju atau apa, aku segera memeriksa kalian sekaligus..." ujar Jiro sambil memperhatikan Ayuri dan Nauka. Entah sekian lamanya, dokter kenalan Ayuri terus memperhatikan mereka berdua.

"...kau terkena flu pilek berat, tapi tampaknya obat flunya mulai bereaksi di tubuhmu..." ucap Jiro seolah2 mengetahui apa yang terjadi kepada Nauka.

"Dan untukmu Ayuri...kau flu berat juga tapi...kau sekaligus demam tinggi. Sepertinya kamu terlalu memaksakan diri untuk keluar..." lanjut Jiro sambil mengambil obat dan minuman panas kepada mereka berdua.

"Tunggu dulu, sejak kapan aku minum obat flu?" ujar Nauka tiba-tiba, menyela pembicaraan dokter Jiro.

"Aku hanya minum teh hangat yang diberikan oleh Ayuri kok."

Nauka kembali bersin-bersin.

"Hm? aku tidak tahu pastinya tetapi dari yang aku analisis di tubuhmu sudah ada efek obat yang mulai bereaksi. Kemungkinan teh yang diberikan oleh Ayuri sudah dicampur obat flu..." jawab Jiro kepada Nauka sejujurnya.

Jiro kemudian melirik ke arah Ayuri. Ayuri masih kepayahan, nafas terengah dan panas tubuhnya meningkat.

Nauka hanya menanggapi penjelasan dokter Jiro dengan sebuah anggukan dan mulut yang membentuk huruf "o".

"Kalau soal Ayuri, mungkin karena kemarin kita tidur bersama," ujar Nauka jujur, tak menyadari kalimatnya bisa mengundang salah paham.

Jiro menggaruk2 kepalanya. "...begitu ya..."

"Hm...tampaknya aku harus rahasiakan soal ini dari 'dia'..." pikir dokter itu.

"Tidak...sepertinya dia sudah mulai sakit sudah cukup lama juga tetapi dia terus memforsir dirinya. Begitulah beratnya sebagai anak dangerous ability...menjalankan berbagai misi yang sangat berat..." ujar Jiro menatap Ayuri.

"He? Tapi Momon dan Sefron sepertinya santai-santai saja tu--HUATSYII!" kalimatnya terpotong dan Nauka bersin ke arah wajah sang dokter.

"Ups."

Dokter Jiro mengambil sapu tangan dari sakunya dan mengelap wajahnya. Dia kemudian melepaskan kacamatanya yang juga terkena bersinnya Nauka dan membersihkannya.

"Mungkin kau tidak tahu soal ini. Misi2 yang diberikan untuk anak2 dangerous ability sangatlah berbeda masing2. Dari tingkat rendah hingga tingkat atas yang biasanya bisa saja mempertaruhkan banyak hal. Ayuri tergolong anak dangerous ability yang mengambil misi semacam itu..." jelas Jiro sambil membaringkan Ayuri ke tempat tidur setelah diberikan obat.

"Jadi...dia bahkan tidak mempunyai waktu untuk beristirahat." lanjutnya menunggu Ayuri terlelap lagi.

"...aku ingin tahu...apa hubunganmu dengan Ayuri?" tanya Jiro kepada Nauka.

"Apa aja juga boleh," jawab Nauka ngasal, karena ga ngerti maksud pertanyaan dari sang dokter.

"Kenapa gitu? Dokter juga mau tidur bareng Ayuri?"

"..." Dokter Jiro terdiam akan pertanyaan Nauka yang baginya tidak normal.

Sekian menit kemudian, Jiro sekali lagi menghela nafas. "Apa kau temannya Ayuri?" tanyanya sekali lagi yang kali ini lebih spesifik.

Kali ini Nauka tampak diam untuk sesaat, mencerna baik-baik pertanyaan Dokter Jiro.

"Tidak tahu," jawab Nauka setelah beberapa menit berpikir. "Soalnya dia tidak pernah bilang sih."

"Begitu ya..." Jiro lagi menghela nafas. "...dia memang selalu seperti itu..."

Jiro kemudian membuka pintu. "...kau beristirahatlah dulu di tempat tidur juga. Tempat tidurnya muat untuk 2 orang." ujar dokter itu yang lalu keluar dari ruangan seiring pintu menutup.

"...Tempat tidur muat untuk dua orang? Itu sih aku juga tahu..." gumam Nauka. "Kan kemarin aku dan dia--"

Tiba-tiba ia tampak tersentak oleh pikirannya sendiri.

"Loh?! Jadi aku harus sekamar sama dia lagi?!" ujarnya sambil bangkit dengan tergesa-gesa ke arah pintu.

Tapi sang dokter tampaknya sudah tidak ada.

Nauka menghela nafas dan menatap ke arah Ayuri yang sedang tidur.

Matanya terasa berat. Mungkin karena obat flu yang di cekokin secara diam-diam berikan oleh Ayuri masih bekerja.

Ia mengambil jaketnya yang telah kering dan memakainya, lalu duduk di lantai sambil bersandar pada ranjang. Tak lama kemudian ia terlelap juga.

Ayuri walaupun tertidur, nafasnya masih saja tidak beraturan. Entah apa karena dia sedang mimpi buruk atau memang demamnya yang kian memparah.

Sekarang hanya menunggu waktu saja. Apa keduanya bisa sembuh bersama atau salah satunya saja yang sembuh dan lainnya semakin parah penyakitnya.

Nauka terbangun karena Ayuri berisik.

Ia bangkit untuk melihat kondisi Ayuri lalu mengusap-usap rambut gadis itu dengan tangannya yang lebar.

Tangannya menyentuh kening Ayuri yang hangat. Nauka bengong untuk sesaat, lalu menempelkan keningnya pada kening Ayuri untuk memastikan suhu tubuhnya.

"Weks! Panas amat! Biasanya es gitu," komentar Nauka pelan (karena dia sedikit sulit untuk menahan reaksi spontannya berikut isi pikirannya).

Ia bermaksud untuk pergi memanggil dokter, tapi limbung dan malah jatuh lemas di samping Ayuri yang terlelap.

Tapi ia tidak habis akal dan mengambil pedobear 2nya, menyuruh robot itu untuk mengambil sang dokter.