Room 7

"....Nggak ada yang nanya tuh nama asalnya dari mana^^;" batin Hime, tersenyum geli.

(OOT: *digaplok* becanda^^)

IT:
"..Shu yah? Kalau begitu salam kenal^^"

Shu wrote:

"Hime-san... kau seorang puteri kerajaan?"

Hime menggeleng.

"...Ada apa memangnya?" tanya gadis berambut panjang tersebut. "Ngg.. Tidak usah menggunakan 'san' saat memanggilku, aku kurang suka yang formal seperti itu." ujarnya tersenyum.

"Tidak....... hanya saja jarang sekali nama Hime digunakan....... kecuali jika orang itu berdarah biru.", jawab Shu menjelaskan, "Dan, maaf. Kalau begitu, Hime."

'Hahahaha'
Shu tertawa senyap.
Ia mengatakan sesuatu yang bodoh lagi.
Jika ia benar seorang puteri, kenapa ia tambahkan -san pada namanya?
Jelas jelas "Hime" adalah sebuah panggilan yang tidak bisa diutak atik.

"Yup, tidak apa-apa kok^^" ujarnya.

"...ngomong-ngomong, bagaimana? Sudah tidak ada masalah dengan kaki dan tanganmu?" tanyanya memastikan.

Chiaki berlari keluar dari kamar no.8, tempat Tomoyo dirawat, menuju ke koridor Hospital.

"Kumohon...! Dokter, tim medis, atau siapapun...! Dimana kalian?!" serunya dalam hati.

Saat kebetulan lewat di depan kamar no.7 yang pintunya terbuka sedikit, dia melihat Hime sedang berada di dalamnya.

"Itu dia!"

Chiaki mendobrak masuk ke dalam kamar no.7 sambil berusaha mengatur napasnya. "Kak Hime!"

Shu yang tadinya tertunduk, mendongkak
Sepertinya ia Chiaki---- yang sedang sangat terburu buru.

"Hime...... sepertinya ada yang membutuhkan bantuan."

"Chiaki?" Hime menatap ekspresi Chiaki yang tampak panik. "...Tomoyo kah?" ujarnya cepat kemudian menginggalkan ruangan tersebut tanpa berkata apa-apa.

(out)

"Kumohon... Tolonglah, Tomoyo, kak Hime..." pinta Chiaki.

Chiaki melihat ke arah Shu. "Ah, kak Shu... Maaf, tapi, aku duluan ya... Karena, ada hal lain yang harus kulakukan." ucap Chiaki.

Kemudian, dia berjalan keluar dari kamar no.7, mengikuti Hime kembali ke tempat Tomoyo.

[Out]

"Hahaha................ what's more beautiful than a girl's friendship?"

Shu kembali berbaring, dan memakai selimutnya.
Ketika ia melihat ke sofa.

Kunogi-san yang sedang tertidur.

"Hahahaha.................. dia sungguh bertolak belakang jika dibandingkan dengan adiknya."



Jam hampir menunjukkan pukul 20.00
Diluar, lampu lampu perlahan menghilang, ketika orang orang yang kelelahan memutuskan untuk pergi ke sebuah dunia stagnan dimana mereka bisa beristirahat.



'Kurasa aku akan tidur disini untuk malam ini; aku terlalu malas untuk berjalan kembali ke kamar................... dan aku akan pastikan untuk membuat beberapa partitur untuk Runa-san dan Hime.'

Perlahan


Shu mendapati dirinya terlelap, menuju dunia yang terkadang berwarna dan menyenangkan, atau dunia gelap yang kosong....

...Tempat dimana orang orang lari dari kekejaman dunia untuk sementara....




________________________________________




Pagi telah tiba.
Matahari bersinar di ufuk timur, menyambut sebuah momen yang baru.

Shu mencoba bangkit, yang dilakukannya dengan sangat mudah.
Tangan kanannya, walau agak berbeda, telah kembali.
Tangan kiri dan kaki kirinya telah sembuh total, walau terkadang terasa rasa sakit yang mirip dengan gigitan semut.

Ia melihat Kunogi-san yang masih tertidur di sofa..

'Sampai kapan ia berencana tidur disana?' katanya, tertawa dalam hati.

Shu mendekati Kunogi-san dan berkata,

"Sampai nanti, Kunogi-san."


Lalu meninggalkan ruangan itu.

Ren terbangun mendengar bisikan itu.

APa tadi ada yg berbicara?

Ren bangun dr sofa tempat dia tidur.

Semalam aku gak pulang..ah, biarlah

Ren berjalan keluar ruangan.

(out)

Luna yang bingung mau ngapain akhirnya mampir ke room 7.

"Loh..... kamar ini udah rapi........"

"Shu.. udah sembuh?????" Luna bingung apa yang terjadi. Dilihat dari lukanya, tidak mungkin Shu sembuh secepat itu.

"jangan-jangan............" walaupun tidak diinginkan, pikiran buruk itu muncul. Luna segera berlari ke resepsionis dan bertanya.

Lega sekaligus sangat heran akan kesembuhan Shu yang sangat cepat, Luna pergi.

(OUT)