in the top of Junior Hi Building

Hime menahan gerakan Kurot, "...tolong berhenti. Sebaiknya cepat mengurus..." Hime enggan meneruskan kata-katanya.

"...Kita bereskan hal yang lebih penting daripada berdebat seperti ini."

Nauka tidak kuat mental dan jatuh membentur lantai. Ia mengerang kesakitan sambil sengaja membenturkan kepalanya ke lantai saking frustasi.

oot: hadoh... tulungin... tulungiin... TT__TT

Ayuri yang terus dipeluk oleh Hime menatap Kurot membawa Azure. Nauka berusaha untuk menghentikannya tetapi sia2.

"...sudah...cukup..." ujar Ayuri menghentikan Nauka.

"...bawalah dia...ke tempat yang 'semestinya'..." lanjutnya kepada Kurot sambil terus mengalirkan air matanya walaupun tidak beremosi.

Kurot melepaskan sapu tangan yang tadi dia pakaikan pada Azure, melemparnya pada Ayuri.

"...Pengertianmu saya hargai," ujarnya datar.

Ia lalu berjalan pergi. Sedikit-sedikit perasaan sedih menghilang tergantikan oleh perasaan menyenangkan.

Kurot masuk ke dalam gedung dan tak terlihat lagi.

-out-

"......" Hime menoleh ke arah Ayuri dan Nauka. "...luka kalian..." gumamnya kecil lalu meng-heal luka-luka Ayuri, beberapa luka berat pindah ke tubuh Hime, tetapi Hime diam saja.

Pandangannya lalu beralih pada Nauka. "...Kappa terluka saat bertempur tadi..?" tanyanya masih dengan suara kecil.

"...Sakit," jawab Nauka lemah. Ia meremas dadanya. "Disini sakit sekali. Sama seperti dulu, tapi lebih sakit lagi."

"Masih sakit sampai sekarang."

Hime diam, kepalanya menunduk. ".....itu, entah aku bisa menyembuhkannya atau tidak..." gumamnya pada Nauka.

"Rasanya memang sakit sekali ya..." lanjut Hime, mulutnya tersenyum tetapi matanya menangis, ".....yang seperti ini semoga bisa disembuhkan.."

Nauka diam melihat dua gadis di depannya menangis dan bangkit berdiri.

Ia mendengus kesal dan menendang pagar.

"Terserah," ujarnya kesal. "Orang itu sering sekali mengucapkannya ya. Kata 'terserah' itu."

Nauka kembali menendang-nendang pagar besi.

"Terserah, sialan."

Ia lalu kembali menendang pagar besi itu. Engselnya lepas dan pagar itu juga copot.

Bersamaan dengan itu Nauka menjatuhkan diri dari atap sekolah.

[out]

Perlahan, senyuman diwajah Hime menghilang. Hime tidak bisa menyembunyikan perasaannya saat ini, walaupun ingin berhenti menangis, terasa sulit baginya.

"....Terjadi lagi," ucapnya pelan hampir tak terdengar.

Kurot wrote:

Kurot melepaskan sapu tangan yang tadi dia pakaikan pada Azure, melemparnya pada Ayuri.

"...Pengertianmu saya hargai," ujarnya datar.

Saputangan yang dilemparkan Kurot terjatuh didekat Ayuri. Dia mengambil dan menggenggamnya. Darah Azure masih melekat di saputangan itu. Ayuri menyeka air matanya dan kemudian berdiri.

"...waktu...tidak akan terulang...kita berjuang...demi dia..." ujarnya yang mengambil topengnya kembali dan menghilang dari tempat.

(out)

..anak bodoh
Seorang pahlawan pria brtopeng yg daritadi tidak mnunjukkan wajahx mengintip keadaan ...

sayang sekali, itu baru intro dari 'kami' ... good bye Azure... Akhr yg sama sperti Persona...
Tertawa kecil, kmudian Saiga menghilang, entah kemana...



...rencana tidak sukses...

OOT : Eeekh...? Mendadak ketinggalan jauh... =___=

IT :
Chiaki hanya bisa diam saja menyaksikan pertempuran tadi.

"K-Kak Hime!" seru Chiaki sambil berlari ke arah Hime. "Kakak... Maafkan aku tidak bisa membantu tadi... Kakak tidak apa-apa?"

Hime menoleh ke arah Chiaki setelah menyeka air matanya.
"...Tidak apa-apa," ujarnya kecil dan mengusap pelan kepala Chiaki, "..kau juga....tidak apa-apa?" tanyanya kemudian mencoba untuk tersenyum.

Chiaki mengangguk kecil.

"Aku sih tidak apa-apa... Tapi..." Chiaki melihat sekujur tubuh Hime penuh dengan luka. "Kak Hime sendiri... Apa benar tidak sakit?"

Hime tersenyum, "sakit sih..." jawabnya sambil nyengir. "Tapi akan hilang," Hime tetap mengusap pelan kepala Chiaki, "..kalau mulai terbiasa...mungkin...." lanjutnya dengan suara yang mengecil.

"...Eng, tapi tidak apa-apa kok.." lanjutnya. "Seharusnya Chiaki tidak melihat hal yang seperti tadi... Apa benar, tidak apa-apa..?"

"...sebenarnya sih..." Mata Chiaki mulai berkaca-kaca. "...tidak..."

"Kak Azure... Kak Azure sampai mengalami hal seperti itu... Padahal aku, aku paling tidak bisa melihat perpisahan yang mendadak seperti ini... Walaupun, aku baru saja bertemu dengannya..." Chiaki mulai meneteskan air matanya.

"Ya," Hime mengangguk pelan, "tapi apa boleh buat..." ujarnya.

Hime terdiam sesaat, berusaha mengatur pikirannya "...Chiaki jangan nangis donk, bisa-bisa aku ikutan nangis lagi. Hehe..." gurau Hime tersenyum nyengir dan menepuk pundak Chiaki. "Sesuatu yang pergi memang nggak akan kembali, tapi pasti akan datang hal baru, walaupun nggak bisa menggantikan, tapi akan menambah kenangan yang ada kan?"

OOT : sial c ajur mendahului saiga & gw kg beraksi..ni gw kabur dr plajaran mtk dmi rp

IT :

Hiino mmbuka kacamata hitamx & menatap luka yg ada d tubuh gadis yg ada di depanx.

pantas saja 'dia' pergi k hospital waktu itu.,
Skejap luka hime (klo chiaki luka otomatis hiino obatin) sperti tidak pernah trluka.

Hiino tidak berkata apapun, ia hanya mengambil daftar murid dangerous & mncoret nm Azure.
...

Hiino diam d tempat & memakai kcmt hitamnya

'tragis..'

"...Thanks," ujar Hime pelan pada Hiino dan tersenyum, hujan perlahan mulai mengguyur atap Junior Hi yang gelap.

Hime menundukkan kepalanya, menatap lantai yang basah. "..Hujan," gumamnya pelan, "..dingin dan menyedihkan, tapi membuat tanah yang ada di atasnya bertahan.... Ya, kan..?" ujarnya pada diri sendiri.

Hujan...

Hiino menengadah ke langit & terus bernyanyi kecil dengan iPOD di telinganya. Entah perasaan apa yg sedang brkecamuk dalam hatinya.

'hujan yah...akhir yg tragis...'

Hiino masih menengadah keatas & terus saja diam.

kau itu super bodoh, azure...
Wajah hiino berubah sedih, wajar Azure adalah juniornya di ability yg sama.

"...Chiaki"
Hiino memanggil yg seorang lagi.

"...jangan menangis..."

Seenaknya sekali Hiino yg berkekuatan ressoruction, berkata seperti itu di akhir hidup juniornya...

Akhirx kehabisan kata-kata. Hiino masih menengadah ke langit yg menangis

Wanijima Hiino wrote:

"...Chiaki"
Hiino memanggil yg seorang lagi.

"...jangan menangis..."

Chiaki mengangguk kecil dan menyeka air matanya. "Iya... Maaf, aku menangis di depan kalian seenaknya..."

Chiaki merasakan guyuran air hujan mulai membasahi tubuhnya. "Hujan... Dingin... Sama seperti apa yang kurasakan sekarang..." ucapnya.

"begitulah... walaupun dia salah jalan,tapi kematian memang dingin"

Hiino tidak panjang lebar karena dia sendiri juga pernah 'memainkan' nyawa (liat side story).

"lihat saja, saat matahari muncul, pada saat itulah kau akan mulai merasa hangat..."
Hiino mengecilkan suara iPOD miliknya agar bisa mndengar Chiaki.

When my time comes
Forget the wrong that I've done
Help me leave behind some
Reasons to be missed...

...dan bernyanyi kecil untuk menutup emosinya

"Hiino..."

Chiaki menunduk dan tersenyum kecil.

"Mungkin, apa yang dikatakan Hiino itu ada benarnya juga... Aku akan selalu menunggu matahari muncul agar dapat menerangi dan menghangatkan semua orang..."

Chiaki menoleh ke arah Hiino dan tersenyum. "Terima kasih..." ucapnya pada Hiino.

Dalam iPOD-ny kini mengalun sebuah lagu yg cukup tepat dengan keadaan hatinya. Hiino cuma bisa mengatakan sebuah kata untuk menahan emosinya.

"sama-sama..."

Hujan deras, membuatnya tidak ingin mengeluarkan emosi. Ia menatap Chiaki tanpa ekspresi (look ava)

"cuma itu yg bisa kukatakan... karena aku cukup mengerti perasaan kalian semua"

'akh...kebanyakan omong'

Hiino mengganti track lagunya menjadi yg lebih membangkitkan semangat (when i'm gone-simple plan), & meninggalkan orang-orang yg ada dsana

"chiaki, aku senang dengan panggilan 'hiino' tadi"

Hiino tersenyum & pergi


[out]

Chiaki tersenyum kecil sambil memandangi Hiino yang pergi dari atap. Kemudian, dia berbalik ke arah Hime.

"Kak Hime... Apa kakak tidak sebaiknya pergi berobat dulu ke Hospital? Walaupun Alice kak Hime bisa menutup luka, tapi kakak tidak sepenuhnya pulih 'kan...?" tanya Chiaki pada Hime. "Lagipula, kalau terlalu lama berada di bawah hujan, nanti kakak bisa sakit..."